TAMAN KOTA YANG TELAH USAI
Pada tempat lama sengaja aku datangi
Yang telah usai
Di taman kota ini
Aku terkenang lagi
Pada sosok berwajah laki-laki
Daun-daun bermekaran, embun-embun yang bertebaran
Pohon dan bunga-bunga merah
Masih sama seperti dulu
Hanya terlihat menua dan sendu
Kepada bunga berwarna ungu, di sudut bangku kayu
Aku biasanya berdiskusi
Dan sekarang kami tak nampak akrab lagi
Segala duka, segala sedih
Terbiasa kuumbar di sini
Sedangkan kamu, sosok berwajah laki-laki
Selalui menunggui,
Memunguti setiap tetes luka yang aku bagi
Melihat tanah yang kelabu ini
Aku teringat kembali
Padamu.
Hey, sosok berwajah laki-laki!
Semua memang indah bila terkenangkan
Meski pada akhirnya kenangan tetaplah butiran kenangan
Lamongan, 1 Maret 2019
JALAN MENUJU RUMAH
Di tengah jalan menuju rumah
Tuhan menyapa dalam hening senja
Menyapu kebisingan para pengemudi
Memecah segerombolan orang sibuk pengejar duniawi
Di tengah jalan menuju rumah
Padi-padi menguning merebahkan tubuhnya
Berangkat tidur sore dengan rasa lelah
Dan anak-anak berlarian dari lapangan
Menuju rumah penuh kehangatan
Di tengah jalan menuju rumah
Seorang kakek menggelar sajadah
Siap menyambut panggilan Tuhannya
Berserah dalam sujudnya
Lamongan, 1 Maret 2019
ADA SENJA DI LANGIT STASIUN
Ada senja di langit stasiun
Yang terbit menjelang sore dari jendela
Kereta-kereta yang penuh sesak
Lantang suara peluit membentangkan jarak
Di pintu-pintu gerbong,
Orang-orang gegas pulang dan pergi
Tak saling sapa, tak saling tatap
Mereka tidak paham bila tak ada pertemuan dan perpisahan
Aku berhenti di depan stasiun
Menonton film kita yang baru saja dimainkan
Aku menunggu senja membaur jadi sosokmu
Denganmu, aku ingin menyusuri jalan-jalan kota Lamongan
Akan kubiarkan diriku jatuh dalam sorot matamu
Berdua kita merayapi jalanan lengang
Pulang,
Mengobati luka kerinduan
Lamongan, 6 Maret 2019
GELIAT PASAR KOTA
Pasar kota beranjak menari
Lapak-lapak terentang
Pagi mulai mengerang
Sekawanan embun meninggi
Bangun dari pucuk-pucuk pepohonan dan rerumputan
Pelan-pelan menghadirkan Sang Raja Siang
Kau tahu: embun adalah ingatan pagi, juga sebaliknya
Dan kau paham: matahari adalah ingatan siang, begitu sebaliknya
Pagi pecah,
Dengungan tawar menawar keluar dari mulut para pedagang
Pasar kota mulai menampakkan geliatnya
Lamongan, 6 Maret 2019
TERMINAL TUA
Ada waktu-waktu tertentu
Saat perjalanan terlihat begitu mengesankan
Aku bercerita banyak tentang debu di seberang, pengamen dengan penuh genjrengan, wajah-wajah berkeringat penjual manisan yang terkadang menjelma penjual gorengan
Tetapi kau tidak mendengar apa-apa
Atau kau sengaja melupa
Kau menganggap aku terlalu lelah
Ada saat kau menemukan rindu
Adalah menjauhnya aku dari jiwamu
Tiba-tiba hilang,
Dan kau akan menunggu cerita yang terbuat dari bibirku, lagi.
Dari sudut terminal tua
Saat bus berhenti pukul dua
Lamongan, 10 Maret 2019
HUJAN YANG MENINGGALKAN BASAH
Hujan masih saja memeluk tanah dan rerumputan
Meninggalkan basah yang tak berkesudahan
Membuat riak-riak sungai berlari menyapu pekarangan
Pucuk padi, debu jalanan dihempas ditelanjangi sehari
Menyisakan genangan pada ujung-ujung daratan
Sedangkan matahari tengah asyik bersembunyi
Meski hujan telah pulang
Orang-orang berdiri di bibir rumah
Mengecap kelembaban yang tengah mengelap perabotan: lemari, meja, kasur lenyap ditenggelamkan ribuan air hujan
Lamongan, 10 Maret 2019
DI PERPUSTAKAAN SIANG ITU
Aroma buku menguar saat kau buka halaman satu
Kau baca berulang-ulang setiap jengkal kalimat yang tersebar
Kau berhenti sejenak pada kata CINTA
Lalu menghimpun kembali kata-kata yang mengikutinya
Rak-rak tinggi menjulang di terik siang
Menerobos lewat kaca tak bernyawa
Kau tertawa pada kata yang memuat RINDU dan tiba-tiba tersedu saat matamu menatap AKU yang berdiri di antara tumpukkan buku
Di perpustakaan siang itu kau tergugu
Meninggalkan jejak di sampul warna biru
Bertuliskan; namaku
Lamongan, 12 Maret 2019
(Dimuat di Radar Bojonegoro 24/3/2019)
Mantab, lanjutkan! Dibukukan jadi satu makin joss deh!
ReplyDelete