Sunday 1 November 2020

[Review Buku] : Merekam Peristiwa Menyajikan Berita Karya Agus Buchori

"Konten yang disajikan oleh Citizen Reporter (Cipo) ini bukanlah esai-esai tentang topik tertentu yang biasanya memang ada ruang khusus, namun berupa feature berita, baik itu tentang kejadian yang ada di sekitar, perjalanan maupun kriminalitas." (Agus Buchori)

Buku Merekam Peristiwa Menyajikan Berita merupakan kumpulan jejak rekam penulis dalam menuliskan peristiwa-peristiwa yang ada di sekitar melalui rubrik Citizen Reporter (Cipo) Harian Surya.

Sebelum saya review buku lebih lanjut, berikut profil penulisnya.

Agus Buchori merupakan penulis yang aktif dan produktif. Pria domisili di Desa Paciran Lamongan tergabung dalam komunitas Literacy Institute Lamongan. Selain menggiat literasi di Lamongan, beliau juga menggeluti dunia Arsiparis. Kumpulan puisi dan cerpennya diterbitkan oleh perpustakaan umum Lamongan dengan judul Buku, Kopi dan Kamu. Serta menerbitkan antologi berssama komunitasnya, seperti: antologi cerpen Bocah Luar Pagar, Hikayat Daun Jatuh, dan antologi puisi Ini Hari sebuah Mesjid Tumbuh di Kepala.


Review Buku Merekam Peristiwa Menyajikan Berita

Judul Buku : Merekam Peristiwa Menyajikan Berita
Penulis : Agus Buchori
Desain Cover : Zihan Azhar
Layout : Imam Syafii
Penerbit : CV. Pustaka Ilalang Group
Tahun Terbit : 2020
Tebal Buku : 132 Halaman
ISBN : 978-623-7731-82-5

Saat membaca buku ini, saya seperti terseret masuk dalam setiap peristiwa yang ditulis. Ada 44 judul reportase, dimana setiap tulisan punya daya tarik sendiri bagi pembacanya.

Ada beberapa tulisan yang menarik saya, seperti:

1. Mari Bertemu di Pantai Lorena

Ada apa di Pantai Lorena? Kenapa harus bertemu?

Berbicara mengenai Pantai Lorena, apa sudah ada yang pernah main ke sana? Pantai yang letaknya ada di Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan ini sering menjadi persinggahan para pengendara dari luar kota yang melewati desa Paciran. Saat membaca, saya jadi teringat deburan air laut dan hembusan angin yang lembut. 

Di sini penulis merekam peristiwa aksi gerakan sadar lingkungan yaitu mengajak masyarakat untuk bertemu dan membersihkan pantai bersama-sama.


2. Zunairo Remaja Gaul yang Hafal Al Quran dalam Satu Bulan

Apa yang terbesit dalam pikiran saat membaca judul tersebut?

Kalau saya, luar biasa keren. Bagaimana tidak keren, di tengah kehidupan milenial ini masih ada remaja yang setiap hari waktunya digunakan untuk menghafal Al-Quran.

Ada kalimat Zunairo yang membuat saya merenung seperti yang dituliskan oleh Agus Buchori dalam buku ini,

"Gunakan waktu hidupmu untuk membaca, menghafal dan mengamalkan Al Quran."

Siapakah Zunairo itu? Di mana ia tinggal? Jawaban bisa ditemukan dalam buku ini halaman 27.


3. Memainkan Angklung Warisan Budaya

Membaca kata Angklung, seolah tiba-tiba bunyi alat musik itu bergema di telinga saya. Angklung yang merupakan alat musik tradisional Indonesia ini tidak hanya terkenal di Indonesia tapi juga mancanegara. 

Dalam tulisan kali ini, saya dapat melihat bahwa melalui mata pelajaran Seni dan Budaya di sekolah, para siswa dapat diperkenalkan dan diajarkan cara bermain angklung. Selain untuk pengetahuan siswa juga salah satu cara untuk melestarikan alat musik tradisional.


4. Bukan Hanya Blantik, Profesi Antik di Pasar Sapi

Wah apa itu Blantik? Ada yang tahu?

Blantik atau yang umumnya disebut makelar. Blantik atau makelar ini sang penghubung antara pembeli dan penjual sapi di pasar sapi. Mereka akan mencarikan jenis sapi yang diinginkan pembeli sesuai dengan budget yang ada. Dan itu sudah biasa terjadi di pasar sapi.

Tapi dalam tulisan di buku ini tidak hanya blantik loh profesi yang ada di pasar sapi. Ada yang unik, yaitu tukang cukur kuku sapi. Tarifnya pun kisaran antara Rp 25.000 - Rp 50.000.

Hayoo siapa mau kerja jadi tukang cukur kuku sapi?

Eh, sapi kok perlu cukur kuku? Yuk bisa baca selengkapnya di buku ini.


5. Bukan Bulan Sabit Bintang, Kubah Masjid Ini Berhiaskan Anak Panah

Kebanyakan pada umumnya kubah masjid berhiaskan bulan sabit dan bintang tapi di sini penulis menuliskan Kubah masjid berhiaskan anak panah. Kok bisa?

Ternyata masjid ini peninggalan seorang tokoh penyebar agama Islam yang dikenal dengan sebutan Mbah Gadung. Dan menurut penuturan sesepuh desa, anak panah di pucuk masjid akan berwarna merah kalau di negara ini ada peristiwa besar tengah terjadi.

Setelah membaca, saya jadi penasaran nih ingin melihatnya secara langsung. Kamu juga penasaran?


6. Digoyang Kenyalnya Es Dawet Bathil Bu Yana

Belum baca tulisannya, baru baca judul dan melihat gambarnya saja sudah ngiler saya. Siang-siang nyeruput Es Bathil sambil baca buku ini rasanya pasti lebih mantep. Segernya.....

Di tulisan ini saya seperti diajak wisata kuliner ke Lamongan. Es dawet Bathil yang lokasinya ada di desa Bulu Kecamatan Laren ini sungguh nikmat. Apalagi ditambahkan juruh (gula Jawa yang diencerkan dengan cara dimasak) dan ditambahkan es batu. 

Ada yang pernah minum es dawet bathil? Kalau belum, yuk main ke Lamongan. Nanti siapa tahu bisa sekalian ketemu penulis buku ini. Hehe....

Salam es bathil, eh salah. Salam literasi.....

Nantikan review buku-buku yang lainnya yaa....




Post a Comment

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search