“Ma, semalam aku mimpi lagi didatangi pangeran
berkuda putih, wajahnya tampan, kulitnya putih pokoknya calon menantu idaman
mama deh.” Ceritaku antusias pada mama yang sibuk dengan adonan kuenya.
“Pangeran kodok maksudnya?” Mama tertawa mengejekku
“Ih, Mama. Ini serius, pangeran tampan itu mau nikah
sama Rahmi, Ma. Dia juga bilang akan kirim hadiah ke rumah.” Jawabku meyakinkan
mama.
“Sudah berangkat kuliah sana. Nanti telat loh. Cerita
mimpinya ditunda dulu.” Mama menghentikan ceritaku.
“Ya sudah. Rahmi berangkat dulu ya, Ma. Nanti kalau
ada ekspedisi kirim paketan buat Rahmi tolong simpan ya, Ma.” Aku mengecup pipi
kanan mama dengan penuh sayang.
***
Bukan hanya mama yang menertawakan tapi papa juga
ikut-ikutan saat tahu aku sangat percaya dengan mimpiku. Entahlah, mungkin
kalau difikir secara logika mana ada pangeran berkuda putih di jaman sekarang
yang tampan dan tiba-tiba melamarku.Tapi aku tak peduli, aku tetap menunggu
hadiah itu tiba. Bukti kalau pangeran mimpi itu memang nyata.
Tapi di pagi yang masih ranum ini, mataku terbelalak
menyaksikan bungkusan besar bersampul biru bertuliskan “untuk Mimi”.
Wuihhh…..mimpiku benar-benar kenyataan. Itu pasti hadiah
dari pangeran tampanku.
“Itu tadi ada paketan dialamatkan ke sini, alamatnya
sih bener cuma di rumah kita kan gak ada yang namanya Mimi,” tiba-tiba mama
sudah berdiri di belakangku.
“Ma, ini jelas dari pangeran tampanku. Mungkin Mimi
itu panggilan sayang buat aku. Rahmi dipanggil Mimi. Cocok kan, Ma?”Aku
jingkrak-jingkrak gembira sambil membuka isi paketan tersebut.
Sebuah boneka beruang besar aku keluarkan dari dalam
bungkusnya. Dan terselip sebuah surat,
“Semenjak
bertemu kamu di malam itu, saat kamu memakai baju putih berbunga-bunga
berhiaskan pita ungu, aku selalu memikirkanmu”
“Malam itu? Baju putih dengan pita ungu? Sejak kapan
ya aku pernah pakai baju seperti itu?” Aku coba ingat-ingat.
“Tapi gak pentinglah semua itu.” Aku teruskan tuk
membaca kelanjutannya.
“Aku selalu
berharap kamu ada di sini. Menemaniku saat hujan turun ataupun saat badai
datang menerkamku”
“Lebay amat nih isi surat, siapa juga yang mau
menemaninya saat badai datang. Menyelamatkan diri dong bukan malah menemani.”
Aku tak terima dengan isi surat itu. Tapi aku berfikir sejenak, tapi ini kan
surat dari pangeran yang kutunggu. Tak apalah lebay dikit.
“Aku harus jujur
bahwa sejak mengenalmu,aku menyukaimu. Aku mencintaimu, Mimi. Maukah kau
menikah denganku?”
“Ma, coba baca. Pangeran mengajakku nikah. Benar kan
mimpi itu nyata, Ma.” Aku joget-joget sangat gembira. Mama hanya geleng-geleng
kepala melihat tingkahku.
“Mbak Mimi….Mbak Mimi ikutan dong kalau
joget-joget.”
Aku memutar kepalaku ke arah suara tersebut. Tampak
Mbak Jum si asisten rumah tangga nongol dan menghampiri mama yang duduk di
sampingku. Wajah Mbak Jum lebih sumringah dari biasanya.
“Maaf, Bu. Apa
ada paketan buat saya?” Tanya Mbak Jum pada Mama.
“Katanya sudah diterima sama Ibu,” Mbak Jum
menjelaskan.
“Paket apaan ya?” tanyaku sebelum mama menjawab.
Karena tiba-tiba ada perasaan tak enak.
“Paket dari Mas Paijo mbak temanku dari Sumedang.
Katanya sih sudah sampai Jakarta pagi ini.”
Tuing…tuing…jangan-jangan…..
Aku balikan badan memunggungi Mbak Jum. Ku lihat surat
yang aku pegang di tanganku. Ku baca nama pengirimnya. Dari: Mas Pay Sumedang. Ku lihat ada foto terselip di dalamnya.
Seorang pria berbaju kotak-kotak dengan ramput klimis berponi depan. Dengan
senyum ala iklan pasta gigi.
“OMG……#@&*#$$”
Shock aku ngelihatnya. Ternyata itu bukan hadiah dari
pangeran tampanku. Tapi dari mas Pay. Temannya Mbak Jum. Si Mbak Jumilah.
GUBRAKK….
#Onedayonepost
#ODOPbatch5
#ODOPbatch5
#ODOPharike-26
#Tantangan ke-4
Post a Comment